Pack my bag lagi, kali ini ke Singapore! Mungkin kalau ditanya, “Sudah pernah ke Singapur?” Lumayan banyak orang Indonesia akan menjawab, “Sering!” Maklum, kita terkenal doyan belanja dan Singapur adalah tempat terdekat untuk menyalurkan nafsu belanja itu 😛 Anyway, saya juga sudah 2 kali ke Singapura. Setiap kali, pasti langsung menuju Orchard Road, Little India, Bugis, dll yang semuanya sangat kental aroma belanjanya. What can I say, I’m Indonesian 😛
Jadi begitu hotel Grand Mercure Roxy Singapore (bintang 4), mengajak saya jalan-jalan meng-eksplore daerah East Coast dan sekitarnya. I was like, Huh? East Coast? Sebelah mananya Orchard? 😀 Setelah 4 hari jalan-jalan disana saya baru sadar, selama ini ternyata saya telah melewatkan sisi lain Singapura yang sarat keindahan alam dan pelestarian budaya peranakan. (Untuk book hotel ini dengan harga oke bisa coba akses Agoda)
Yang membuat perjalanan saya ke Singapura kali ini semakin menarik adalah dengan bergabungnya Trinity menjadi Travel Buddy saya. Seperti yang kita semua sudah tahu, Trinity adalah penulis buku best seller The Naked Traveler, yang telah backpacking keliling dunia (sendirian)! You can imagine how excited I was to meet and spend Singapore trip with her 😀 She’s slightly different from what I imagine about the Trinity character on the book. Okay, MUCH different 😛
Trinity is very independent but also know how to share, very outspoken like typical Bataknese but also can speak fluent Javanese and have a soft part inside of her :P, she’s on time and didn’t have much hassle about appereance, she digest food real fast :D, she walks fast (unlike most Indonesian) and with her, I can relax a bit. I always the one who lead and told people what to do, this time, because Trinity has stonger character than me (which is rare to find), I can follow her path and just enjoy the whole journey. Perfecto 😀
Sampai di Changi Airport, jam sudah menunjukkan pukul 12.00 siang (waktunya lebih cepat 1 jam dari Jakarta). Perjalanan menggunakan ValuAir memakan waktu sekitar 1 jam 20 menit. Cepet banget, nggak kerasa udah nyampe. Di depan pintu keluar penjemput kami sudah tersenyum dengan ramah. Ya, Grand Mercure Roxy memang memberikan fasilitas Free Shuttle Service dari Airport ke hotel dan sebaliknya. Shuttle service ini ada setiap 30 menit, jadi nyaman sekali untuk ukuran orang yang selalu bingung nyari transport ke hotel seperti saya 😛
Sepanjang jalan menuju hotel saya menyaksikan kembali bersih dan teraturnya Singapore dengan pohon-pohon rindang yang membuatnya seperti kota di dalam taman. Jalanan juga terlihat lengang. Mungkin karena hanya sekitar 5 juta orang yang tinggal di negara ini. Bandingkan dengan KOTA Jakarta yang memiliki hampir 10 juta penduduk. Hanya 15 menit kami sudah tiba di hotel Grand Mercure Roxy, Singapore di East Coast Rd. Kami langsung diajak untuk makan siang bersama Executives dari Grand Mercure Roxy. Kevin & David got British accent, Betty & Keane have Singapore English accent. And I got hearing problem from the flu. Perfect. I frowned everytime they speak. Thank God Trinity make a lot of conversations, so I didn’t have to talk that much haha.
Setelah nambah pasta berkali-kali di Italian Buffet-nya restoran Feast&East (Di lantai 3 hotel), kita diajak ngelihat kamar kita dan tour keliling ngelihat Suite Room hotel. Kita stay di Deluxe Room yang sangat nyaman. Dulu, saya sempat berpikir, saat traveling kamar hotel itu nggak penting, yang penting jalan-jalannya. Tapi setelah kejadian AC panas dan tempat tidur keras di crappy room berkipas angin di Jogja dengan harga yang sama tingginya dengan ‘kamar normal’, saya jadi berubah pikiran. Setelah capek jalan-jalan kita mau istirahat di tempat yang nyaman, dan bisa recharge agar lebih segar esok harinya. Mungkin kalo bandingin sama Jogja kejauhan. Pas ke Singapore dulu juga sempat stay di Apartment dan Hotel dekat Orchard dengan harga yang mahal dan kenyamanan yang jauh banget dari yang saya dapat di Grand Mercure Roxy.
Tapi kan East Coast Road jauh dari Orchard?!
Kalau udah biasa sama traffic Jakarta, jalan dari Grand Mercure Roxy ke Orchard Rd yang cuma 30 menit pasti nggak bisa dibilang jauh. Saya udah coba langsung naik public bus no. 76 ke Orchard dari depan hotel. Biayanya cuma S$1.80. Turunnya persis di halte belakang Ion Orchard Mall. Ini Mall besar baru di Orchard. Arsitekturnya keren loh. Isinya juga sudah pasti lengkap. Dari Ion lanjut jalan menyusuri Orchard yang udah penuh ornamen Natal (Christmas come early :D). Berhenti di Orchard Central, Mall baru juga nih. Seru banget exploringnya karena gedung ini instead of lebar, dia slim (memanjang ke atas). Jadi patung dan pohon natalnya juga slim-slim 😀 Pulangnya kita naik taksi dari sampingnya Orchard Central.
Dari hotel ke Singapore Flyer cuma 10 menit. Ini pertama kalinya saya naik Singapore Flyer: kincir raksasa yang menawarkan pemandangan Singapura dari ketinggian hingga 165 m. Saya dan Trinity sampe lari-lari karena kita punya sedikit waktu sebelum ikutan city tour. Ternyata Singapore Flyer ini nggak pernah berhenti. Tapi jalannya sangat pelan, hingga waktu 1x muternya bisa sampai 30 menit. (Nggak kayak yang di pasar malam dadakan di lapangan yang muternya bisa 10 kali haha). Pemandangan dari atas Singapore Flyer benar-benar indah banget. Semua orang sibuk berfoto, termasuk kami berdua 😛
Di gedung yang sama, kita bisa daftar dan ikutan BumBoat dan City Tour dengan bis atap terbuka dari FunVee. Dulu dari Merlion saya pernah lihat orang naik Duck Boat yang bisa terjun dari darat ke air seperti bebek ini. Alhamdulillah saya bisa ikutan naik bebek juga 😀 Sayangnya saat city tour naik bis atap terbuka, hujan tiba-tiba turun. Terpaksa harus di dalam bis dan nggak bisa motret karena kaca bis penuh titik-titik air. Tapi dari city tour ini saya jadi ngerti tempat-tempat menarik yang mungkin akan saya kunjungi lagi nanti. Saya melihat big picture-nya dulu sebelum deciding my favorite spot to visit.
FYI, Hotel Grand Mercure Roxy menyediakan promo paket DISCOVER SINGAPORE dengan paket menginap yang sudah termasuk city tour (dan benefit lainnya) di dalamnya. Wah enak deh jadi nggak ribet cari tour lagi!
Dari hotel ke daerah Katong yang sarat budaya peranakan memakan waktu 5 menit saja. Maklum area ini berada persis di belakang hotel. Tinggal koprol! Budaya peranakan adalah budaya China yang berpadu dengan budaya lokal (Melayu/India) yang kemudian disebut Baba Malay. Laki-lakinya dipanggil Baba dan perempuan dipanggil Nyonya. Di daerah Katong bisa kita lihat arsitektur peranakan yang kental pada bentuk rumah, jendela, pintu dan detail lainnya. Di Katong juga ada toko Kim Choo yang menjual souvenir peranakan. Most of them sangat lekat dengan budaya Indonesia. Seperti rantang, congklak, batik, kebaya encim, sepatu manik-manik, dan… Sundari Soekotjo’s Bengawan Solo 😀
Kami juga sempat diajak mampir ke rumah Alvin Yapp, pria single, available and looking (hehe you requested this, Alvin!), yang mempunyai passion yang besar pada budaya Peranakan. Rumahnya (yang masih di daerah Katong), dinamakan The Intan yang filosofinya dalem banget. Dan tulisan Jln Intan sendiri itu vintage yang dulu benar-benar pernah dipake untuk nunjukin jalan. Nggak hanya itu, rumahnya sendiri udah kayak gallery untuk budaya peranakan. Dari aksesoris hingga lantainya disesuaikan dengan jaman peranakan. Kami banyak bertanya tentang budaya Peranakan sama Alvin, dan dia menjawab dengan bersemangat dan mata yang berkilauan. I love that kind of passion 😀 Rumah Alvin bisa digunakan untuk party atau acara seru lainnya. Just check out The Intan website for more info!
Di Katong ini juga saya lihat ada kura-kura di dalam akuarium di depan sebuah toko. Saya langsung berteriak dengan senang, “Turtles!” Carol, yang menemani saya langsung menanggapi, “Yeah, they make turtles soup too.” I think I turned pale blue for 5 seconds. I’m shocked. I was about to say, “They’re so cute, I have 3 of them at home!” ~.~
Untuk ke East Coast beach, hanya butuh 5 menit bersepeda dari hotel. Udah 10 tahun kali nggak sepedaan, tapi ternyata bener, nggak lupa tuh caranya 😛 Saya dan Trinity sepedaan melewati lampu merah dengan damai. Nggak ada yang ‘seruduk menyeruduk’ di sini. Motor pun tak kelihatan. Kita lanjut perjalanan melewati terowongan menuju pantai. Ada tanda di situ yang bilang kalau kita harus turun dan menuntun sepeda kita. Denda S$ 1000 kalo melanggar. Dengan patuh, kita pun turun dari sepeda. (By the way, saking banyaknya peraturan di Singapur, kami jadi suka parno sendiri dan saling memperingatkan jangan sampe kena denda dengan konyol :D).
Nggak lama, kami sampai di pinggir pantai. Seperti pantai di Bengkulu (Pantai Panjang), pantai East Coast pinggirannya juga dipenuhi pohon pinus dari East Coast Park. Bedanya, di Bengkulu hanya ada jalan untuk mobil. Sedangkan di East Coast, ada 2 jalur, yang satu untuk pejalan kaki, dan satunya lagi untuk jogging, sepeda dan roller blade. Kami pun menyusuri pantai dengan riang gembira. Udaranya segar karena banyak pohon dan pantainya bersih sekali padahal ini adalah pantai tempat ‘hang out’-nya berbagai kapal tanker. Bandingin sama Tanjung Priuk 😛
Setelah 15 menit sepedaan, stamina langsung merosot karena kehausan. “Beli teh botol yuk!” Dan kami pun melanjutkan perjalanan mencari minum. Ternyata nggak ada yang jualan di sepanjang jalan (emangnya Anyer :D). Mungkin ada tapi di ujung sebelah mana kita nggak tau, dan kita nggak kuat lagi. Akhirnya kita berhenti di bawah sebuah pohon. Saya tiduran di bangku taman sambil memandangi langit biru dihiasi pohon pinus, dan Trinity… merokok.
Oh ya, saya lupa cerita kalau Trinity adalah perokok berat. Meskipun kebanyakan tempat Singapura adalah no smoking area, tapi dia cukup kreatif mencari tempat, situasi dan kondisi untuk merokok. You guys should ask her for tips and trick 😛
Setelah puas foto-foto di menghirup udara segar di East Coast, kita bersepeda lagi ke Katong untuk makan Laksa terkenal di Singapura: Katong Laksa! Sekitar 10 menit sepedaan, kita sudah duduk manis menunggu Laksa kita dianter. Setelah mencoba, ternyata Laksa-nya enak banget. Beda lah dengan Laksa yang biasa kita makan. Special pake kerang lagi!
Leave a Reply