Petualangan menulis saya sebenarnya dimulai dari saat saya sekolah di bangku SMP. Saya mulai menggambar komik, dan menulis ceritanya. Waktu itu, masih benar-benar meniru komik terkenal Happy Mari Chan dengan rambut kriwil-nya yang menggemaskan 😀 Saat SMA, saya mulai lebih sering menulis. Ini karena saya mulai mengenal cinta. Tentu, bagi kebanyakan orang, cinta adalah salah satu penggerak utama untuk menulis. Baik saat jatuh cinta, maupun patah hati. Semua ampuh digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri.
Setelah saya dapat kesempatan untuk menerbitkan buku pertama, saya semakin ketagihan untuk menulis. Baik menulis buku baru maupun menulis blog. Saya merasakan kebahagiaan saat saya dapat mengamati lingkungan dan mengambil hikmah positif dari suatu kejadian untuk dibagikan kepada pembaca dalam bentuk tulisan.
Saya yakin, sangat banyak orang yang juga senang menulis untuk sharing pengetahuan, pikiran dan pengalaman mereka, namun karena keterbatasan, akhirnya tulisan tersebut tidak pernah bisa dibaca orang lain. Hanya tersimpan rapi di folder komputer masing-masing. Dan karena hasil tulisan yang sudah capek diselesaikan tersebut, tidak dapat diapresiasi oleh orang lain, akhirnya penulis akan merasa malas untuk berkarya. Buat apa menulis lagi, jika toh hanya akan kembali tersimpan di folder komputer, tidak bisa diterbitkan (karena berbagai hal, biasanya karena perbedaan idealisme dengan penerbit dan kesulitan untuk menerbitkan sendiri).
Melihat kenyataan itu, saya bersama Angeline Anthony, Brilliant Yotenega dan Oka Pratama membuat kampanye untuk mengumpulkan 99 buku dari 99 penulis dalam 9 hari untuk diterbitkan oleh Nulisbuku.com, online self publishing – print on demand pertama di Indonesia, secara serentak di Indonesia Book Fair 2010, Istora Senayan Jakarta. Kampanye ini kami namakan #99writers campaign yang kami jalankan melalui twitter.
Respond-nya luar biasa! Lebih dari 100 naskah masuk ke NulisBuku.com untuk #99writers! Kampanye ini telah merubah hidup banyak orang, karena ini bukan cuma masalah menerbitkan buku, ada komitmen yang terpenuhi, kebanggaan luar biasa, hasil ekspresi diri yang benar-benar bisa diapresiasi oleh orang lain, membuka pintu untuk kesempatan yang lebih luas lagi dan tentu saja kemungkinan mendapatkan uang tambahan dari royalti penjualan buku. Di malam launching #99writers itu, spirit-nya luar biasa! Mereka semakin terpacu untuk berkarya lebih banyak lagi, karena sudah ada saluran bagi mereka untuk mengekspresikan diri.
Saya selalu bilang bahwa menulis itu bukan bakat. Menulis bisa dilakukan oleh semua orang tanpa kecuali. Jika bisa berbicara, maka pasti bisa menulis. Tips dari saya untuk mengekspresikan diri lewat tulisan:
- Know your passion and dreams. Saya selalu bersemangat saat menuliskan tentang sesuatu yang saya suka dan menuliskan tentang mimpi saya. Buku saya yang kedua, Je M’appelle Lintang, berisi luapan mimpi-mimpi saya untuk sekolah fashion design di Paris, dan buku itu adalah salah satu buku paling favorite bagi saya dan banyak pembaca.
- Gali pengalaman di masa lalu. Bicaralah dengan keluarga atau teman lama, minta mereka menceritakan hal-hal mengenai Anda di masa lalu yang mungkin Anda sendiri sudah lupa. Pengalaman dan cerita menarik itu akan bisa menjadi bahan tulisan yang menarik.
- Amati lingkungan sekitar dari sudut pandang yang berbeda. Belajar untuk lebih peka dan melihat cerita di balik setiap hal yang kita temui. Sesederhana memperhatikan kasir di supermarket. Apakah wajahnya terlihat lelah dan cemberut? Apa yang terjadi di rumahnya tadi malam? Apakah ia bertengkar dengan suaminya? Mungkinkah masalah ekonomi? Kira-kira apa solusinya? Dari sini Anda sudah bisa membuat tulisan yang menarik.
- Banyak Membaca. Setiap orang memiliki ide atau gagasan sendiri, dan semakin banyak membaca ide dan pemikiran orang lain lewat buku, semakin kaya pula tulisan yang bisa kita hasilkan.
- Last but not least, inti dari tips menulis itu akhirnya cuma satu: Anda harus mulai menulis. Sekarang juga. Saya selalu membawa laptop ke tempat favorite saya untuk menulis, yaitu di cafe yang tenang dengan sayup-sayup lantunan musik jazz. Tapi bukan berarti, di sela kemacetan lalu lintas Jakarta, saya tidak bisa menulis. Sudah ada smartphone yang memungkinkan kita menuliskan ide-ide di kepala, atau bahkan menuliskan satu artikel penuh, tanpa hambatan.
Jadi, sudah siap jadi penulis?
Tulisan ini juga tampil di AcerID.com
Leave a Reply