“The judges are… Mr. Bambang Marsono… Mr. Eddy… and Ms. Aulia Halimatussadiah…!”
GUE? JURI?
Gue nggak bicara soal Asian Idol… tapi tentang best of the best student selection of Oxford Course Indonesia (OCI) yang diselenggarain kemarin. Mimpi apa gue semalem? Perasaan baru 13 tahun yang lalu gue nggak bisa jawab pertanyaan seorang bule karena gue nggak ngerti apa-apa, trus kemaren jadi guru bahasa Inggris dan sekarang jadi juri kontes Bahasa Inggris. Beyond my wildest imagination 😀
Sahabat Blog gue, Chandra Marsono, yang merupakan Apprentice dari OCI yang menghubungi gue. Kebetulan Kutukutubuku.com memang sponsor untuk acara itu. Awalnya gue nggak tau, manager gue yang sms, “Kak… kau disuruh jadi juri sama Chandra!”. HEH? Langsung aja gue confirm… jadi juri gimana? I’m so blank di dunia perjurian.
Fast Forward, setelah muter-muter tersesat di daerah Cempaka Putih yang sama sekali asing bagi gue, Anang dan Eel, akhirnya kita sampai juga di gedung pertemuan Pertamina. Buru-buru turunin buku untuk buka stand di acara, dan gue langsung di ajak mbak-mbak untuk duduk di deretan kursi paling depan. Pas gue datang, Pak Bambang lagi speech dengan berapi-api.
Gak lama, perlombaan pun dimulai. Peserta dibagi menurut level-nya. Dan dimulai dari level paling bawah. Yang maju anak-anak kecil. Gue dikasih segepok kertas, disuruh isi Nama Peserta, Nilai dan Tanda Tangan Juri. Nilai yang diberikan antara 70-100. Hm… easy, batin gue. (Gue sama sekali belum ada bayangan karena buru-buru duduk dan bahkan belum di-brief apapun sama Chandra).
MC mulai manggil seorang anak dan nanya, “How are you? What is your name? Is your father here? Where do you live?”. Gue tenang aja menikmati conversation ini. Tapi setelah anak lain dipanggil dan diberi pertanyaan yang sama, gue langsung sadar. KOMPETISI SUDAH DIMULAI! Gubrak.
Tapi kok modelnya gini ya, langsung aja dengan panic gue berusaha menghubungi hape Chandra tapi nggak bisa. Dan mulai mencoret-coret di buku gue tentang performance anak-anak. Tampaknya salah satu juri (Mungkin Pak Bambang) sama herannya sama gue sehingga mengirimkan salah satu stafnya untuk ngasih tau MC agar anak-anak memperkenalkan diri sendiri aja nggak usah ditanya-tanya. Well, in that point, gue seperti di-confirm bahwa ini memang kompetisinya dan mulai mengisi kertas-kertas nilai yang diberikan ke gue.
Level selanjutnya naik, I guess they’re doing great. Salah satu anak dari luar kota mencuri hati gue. Btw, ada seorang anak yang gue kasi nilai 90, tapi karena berikutnya nggak ada yang sebagus dia, gue mau ngasi nilai dia 95, tapi karena gue ngga mau coret-coret kertas, yang ada, dia gue kasi 90,5 hahaha. Malah jadi keterusan kayak gitu :p Geblek.
Terakhir level paling atas naik, tampang-tampangnya dah pada mature. To my surprise, gue rasa English di level sebelumnya lebih bagus daripada mereka. Tapi mungkin mereka hanya gugup aja. Dalam conversation, gue lihat they’re doing great. Ada salah satu anak yang ngomongnya nyerocos banget dengan fasih, Eel bilang dia hebat… well memang sekilas begitu, tapi omongannya meaningless. See… I am a judge material! Hahaha 😀
Dalam kelompok ini ‘jagoan’ gue akhirnya menang. Kalo gak salah namanya Alfian (bener ga sih hehe). Dia menjawab dengan baik pertanyaan tentang opininya mengenai budaya kita yang dipakai untuk kampanye wisata negeri seberang. Opinionnya ditutup dengan, “Save our heritage!” Sambil mengepalkan tangan ke udara. Nggak sadar, gue juga ngikutin kelakuannya dia hahaha. MERDEKA! :p To me, he’s an obvious winner!
Kompetisi diselingi juga oleh entertainment performances. Ada yang nari balet, tari betawi, baca puisi (Riska membacakan puisinya tentang Ibu dengan mengharukan), nyanyi (bagus banget “Flying without Wing”-nya), sampai berdakwah (ada kontestan Pildacil di sini!). Semua performances dipersembahkan oleh anak-anak OCI.
Terakhir, pemberian piala dan hadiah-hadiah. Yang menang juara pertama, disebut Best of the Best, mendapat jubah dan mahkota layaknya seorang raja. Proud mom of one of them bilang sama gue, “Anak saya baru belajar di Oxford 3 bulan loh mbak!” gue tersenyum ikut merasakan kebanggaannya. “Dia hebat bu… dia hebat!”
Terngiang lagi speech-nya anak itu sewaktu di panggung, “The best moment of my life is when my parents are proud of me!”
He didn’t know it, but it touches my heart deeply. He got me. And I’m sure he will be a great man one day.
Thanks for Chandra for the best of the best experience as a judge Thanks for Eel (looking good in her, SINGLE and disease free t-shirt) and Anang for being there for me in the middle of a deadline. I hope I make you guys proud 😀
Leave a Reply