Malam ini, saya baru sadar kalau move on itu tidak mudah. Salah seorang teman masih dirundung kesedihan atas kejadian yang sudah terjadi 4 tahun yang lalu. Satu kakinya masih terikat ke masa lalu, ini, tentu adalah salah satu bahan dalam resep kesedihan.
4 tahun yang lalu, saya juga mengambil keputusan menyakitkan dalam hidup saya untuk berpisah dengan pasangan yang sudah menemani saya selama 10 tahun. Sebelum mengambil keputusan berat itu, saya melakukan hal yang belum pernah saya lakukan sebelumnya, saya terbang ke Ubud dan menghabiskan waktu saya sendirian di sana untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di kepala saya, mencari sebuah happy ending.
Bagi saya, happy ending adalah saat kita berbahagia dan berdamai dengan situasi, dilihat dari sudut pandang kita sendiri, bukan orang lain.
Buku Passport to Happiness adalah catatan perjalanan saya dalam memaknai happy ending versi saya sendiri. Buku ini adalah hasil pengalaman, pengamatan, perenungan dan serendipity yang saya temukan selama 4 tahun di 11 kota di dunia, mulai dari New York, hingga Alexandria.
Hidup telah mengajarkan kepada saya bahwa perjalanan itu menyembuhkan.
Saya percaya, selalu ada kehidupan baru setelah perpisahan. Dan untuk mulai menikmatinya, kita harus *move* on, memulai langkah pertama dalam mencari bahagia dan menemukan versi hidup sempurna yang kita cari, dalam setiap tikungannya.
Perjalanan selalu memberi ruang bagi tenang untuk masuk ke dalam hati kita dengan cinta, bukan rasa takut. Jika Anda sedang melalui ‘neraka’ dunia, keep walking.
Perjalanan selalu menjadi jawabannya.
Baca bab pertama Passport to Happiness melalui link berikut: http://eepurl.com/byOISv
I wish you a loving journey ahead!
Leave a Reply