“Kakak… jangan cepat-cepat jalannya… ini liburan!”
“Heh… Kancil! Tungguin dong!”
Saya berjalan setengah meloncat-loncat kecil dengan riang gembira, meninggalkan editor saya Christian Simamora dan Asisten yang setia Navika Anggun berjalan ngos-ngosan di belakang. Hey, ini di Bali! Di Ubud! Sudah seharusnya hati riang gembira dan bersemangat, kan 😀
Setelah kunjungan sebelumnya ke Ubud, saya selalu teringat suasana kota-nya yang tenang dan bikin ketagihan untuk selalu kembali. Akhirnya saya, kali ini mengajak teman-teman, akhirnya benar-benar kembali untuk ikutan Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2010. Seharusnya Mbak Windy dari Gagas Media dan Raditya Dika dari Bukune ikutan rombongan kita. Tapi karena Mbak Windy harus ke Frankfurt International Book Fair (ngiri) dan Raditya Dika harus ke Bunderan HI (dunno what to say), akhirnya kita cuma pergi bertiga.
Itu pun, karena saya mendadak mengadakan event launching Nulisbuku.com #99writers in 9 days with Mizan, akhirnya ticket saya ke Bali pun terpaksa di-reschedule. When I arrive, no more UWRF classes. Besoknya pun sudah harus segera pulang. Jadilah, saya menjadi peserta UWRF gadungan, yang hanya bermodal niat baik saja 😛
UWRF adalah event keren tahunan yang diadakan di Ubud, yang dihadiri puluhan penulis-penulis hebat dari seluruh dunia. Ini event yang sangat bagus untuk meningkatkan awareness pariwisata Indonesia! Mudah-mudahan tahun depan udah bisa ikut serta jadi salah satu pembicara UWRF, amiiin 😀
Jadilah begitu saya tiba, taruh barang di Jati Homestay, saya & Vika langsung menghampiri Chris untuk makan malam bersama.
Di jalan, tak sengaja kami bertemu dengan Mas Bembi, penulis buku Ubud: The Spirit of Bali, yang beberapa bulan lalu sempat bertemu dengan saya. Pembicaraan kami malam itu seputar trend penulisan tahun depan dan apa kandungan dalam cake yang dimakan Christian 😛
Setelah kenyang makan malam, kami pergi ke Jalan Gotama untuk ikutan UWRF Street Party. Seru sekali. Sepanjang jalan Gotama ditutup untuk street party ini. Dimulai dengan agak membosankan, acara semakin panas setelah rapper asal Amrik mulai perform, fire dance pun bikin kita kipas-kipas dan puncak-nya saat band beraliran reggae menghentak dengan lagu-lagu rasta-nya. Three of us are having a great time, in sync with everybody’s happy mood 😀
Satu hal yang sama sekali tidak saya lakukan saat visit Ubud beberapa bulan lalu adalah belanja. Maka kesempatan kali ini saya manfaatkan untuk berbelanja aksesoris lucu dan murah khas bali, dan langsung memakainya sehingga teman saya sampai berkomentar bahwa saya terlihat ‘hip hop’ abis 😀 Sebenarnya banyak barang-barang lucu lainnya di Ubud, terutama ukiran, kain, dan lukisan. Tapi sayang, agak repot membawanya pulang.
Untuk urusan transportasi, dari Denpasar ke Ubud ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam dengan mobil sewaan kami. Di dalam kota Ubud, saya sih lebih senang jalan kaki kemana-mana, tapi kalau Christian pengennya naik taksi (mobil pribadi yang bisa mengantar kami dalam kota), saya tentu akan ikut yang membayari saja 😀
Last day in Ubud, kami mencoba Bebek Bengil yang sambel-nya super, sambil memandangi hamparan sawah di hadapan kami. *Ehm, sebenarnya kami asik foto-foto dan makan bebek :p*
Anyway, potensi pariwisata Indonesia khususnya Ubud semakin besar, apalagi sejak adanya film Eat, Pray, Love. Tapi bagaimana dengan tempat-tempat lain di Indonesia yang gak kalah indahnya dengan Ubud? Yuk bantu sharing kota kampung halaman kamu yang indah di blog/facebook/twitter! Share the beauty to the world!
Leave a Reply